Berikut adalah artikel mengenai Strabismus atau Mata Juling yang ditulis secara lengkap berdasarkan referensi terpercaya, untuk mendownload karya ilmiah dalam bentuk word/pdf silahkan lihat link diakhir artikel.
source: http://webmd.com |
I.Definisi
Strabismus
adalah suatu keadaan dimana kedudukan kedua bola mata tidak searah. Strabismus
merupakan suatu kelainan posisi bola mata dan bisa terjadi pada arah atau jauh
penglihatan tertentu saja, atau terjadi pada semua arah dan jarak penglihatan.1,2,3
II.Etiologi
Strabismus
ditimbulkan oleh cacat motorik, sensorik atau sentral. Cacat sensorik disebabkan oleh penglihatan yang
buruk, tempat ptosis, palpebra, Parut Kornea Katarak Kongenital Cacat Sentral
akibat kerusakan otak. Cacat Sensorik dan Sentral menimbulkan Strabismus
Konkomitan atau non paralitik. Cacat motorik seperti paresis otot mata akan menyebabkan gerakan abnormal
mata yang menimbulkan strabismus paralitik.1,2
Gangguan fungsi mata seperti pada kasus kesalahan
refraksi berat atau pandangan yang lemah karena penyakit bisa berakhir pada
strabismus. Ambliopia
(berkurangnya ketajaman penglihatan) dapat terjadi pada strabismus, biasanya
terjadi pada penekanan kortikal dari bayangan mata yang menyimpang.2
III.Diagnosis Strabismus
Kelainan kedudukan mata dapat dibagi dalam :
Ø strabismus - paralitik (noncomitant) =
incomitant
Ø nonparalitik = (comitant = concomitant)
Ø manifes = strabismus = heterotropia
Ø laten = heteroforia
Ø akomodatif
Ø non akomodatif
Seringkali heteroforia bertambah secara progresif, sehingga kelainan
deviasi ini tidak dapat lagi diatasi, sehingga menjadi = strabismus.
I.
STRABISMUS
PARALITIKA (NONCOMITANT, INCOMITANT)
Tanda-tanda :
- Gerak mata terbatas,
pada daerah dimana otot yang lumpuh bekerja. Hal ini menjadi nyata pada
kelumpuhan total dan kurang nampak pada parese. Ini dapat dilihat, bila
penderita diminta supaya matanya mengikuti suatu obyek yang digerakkan ke
6 arah kardinal, tanpa
menggerakkan kepalanya (excurtion test). Keterbatasan gerak kadang-kadang
hanya ringan saja, sehingga diagnosa berdasarkan pada adanya diplopia
saja.1
- Deviasi
Kalau mata digerakkan kearah lapangan dimana otot yang lumpuh bekerja, mata yang sehat akan menjurus kearah ini dengan baik, sedangkan mata yang sakit tertinggal. Deviasi ini akan tampak lebih jelas, bila kedua mata digerakkan kearah dimana otot yang lumpuh bekerja. Tetapi bila mata digerakkan kearah dimana otot yang lumpuh ini tidak berpengaruh, deviasinya tak tampak.
Mata melihat lurus kedepan,
esotropia mata kanan nyata. Mata melihat kekiri tak tampak esotropia. Mata
melihat kekanan esotropia nyata sekali.
Parese m.rektus lateral mata
kanan Mata kiri fiksasi (mata sehat) mata kanan ditutup (mata sakit) deviasi
mata kanan=deviasi mata primer Mata kiri yang sehat ditutup, mata kanan yang
sakit fiksasi, deviasi mata kiri = deviasi sekunder, yang lebih besar dari pada
deviasi primer.
3. Diplopia : terjadi pada lapangan kerja otot
yang lumpuh dan menjadi lebih nyata bila mata digerakkan kearah ini.
4. Ocular torticollis (head tilting)
Penderita biasanya memutar
kearah kerja dari otot yang lumpuh. Kedudukan kepala yang miring, menolong
diagnosa strabismus paralitikus. Dengan memiringkan kepalanya, diplopianya terasa
berkurang.
5. Proyeksi yang salah
Mata yang lumpuh tidak melihat
obyek pada lokalisasi yang benar. Bila mata yang sehat ditutup, penderita
disuruh menunjukkan suatu obyek yang ada didepannya dengan tepat, maka jarinya
akan menunjukkan daerah disamping obyek tersebut yang sesuai dengan daerah
lapangan kekuatan otot yang lumpuh. Hal ini disebabkan, rangsangan yang nyata
lebih besar dibutuhkan oleh otot yang lumpuh, untuk mengerjakan pekerjaan itu
dan hal ini menyebabkan tanggapan yang salah pada penderita.1,4
6.
Vertigo, mual-mual, disebabkan oleh diplopia dan proyeksi yang salah. Keadaan ini dapat diredakan dengan menutup
mata yang sakit.
Diagnosa berdasarkan :
Diagnosa berdasarkan :
1. Keterbatasan gerak
2. Deviasi
3. Diplopia.
Ketiga tanda ini menjadi
nyata, bila mata digerakkan kearah lapangan kerja dari otot yang sakit. Pada
keadaan parese, dimana keterbatasan gerak mata tak begitu nyata adanya diplopi
merupakan tanda yang penting. Cara pemeriksaannya dengan tes diplopi.Dengan
cara ini dapat diketahui:
1. Pada arah mana didapat
diplopia
2. Apakah diplopianya
bertambah kesatu arah
3. Mata mana yang menderita.
Dengan demikian dapat
diketahui mata mana dan otot mana pada mata itu yang salah. Caranya : Penderita
disuruh mengikuti gerak korek api, dengan matanya, tanpa menggerakkan
kepalanya, yang digerakkan keatas, kebawah, kekanan dan kekiri, secara
maksimal. Diperhatikan apakah
timbul diplopia pada salah satu arah.
Pengukuran derajat deviasinya
dengan tes Hirschberg, tes Krimski, tes Maddox cross.
Kelumpuhan otot dapat mengenai
satu otot, biasanya m.rektus lateralis, m.obliqus superior atau salah satu otot
yang diurus oleh N.III. Dapat juga mengenai beberapa otot yang diurus oleh
N.III.
ESOTROPIA PARALITIKUS =
ABDUSEN PALCY = NONCOMITANT ESOTROPIA
Sering terdapat pada orang dewasa yang mendapat trauma dikepala, tumor atau peradangan dari susunan saraf serebral. Jarang ditemukan pada anak-anak, yang biasanya disebabkan trauma pada waktu lahir, kelainan kongenital dari m.rektus lateralis atau persarafannya.
Sering terdapat pada orang dewasa yang mendapat trauma dikepala, tumor atau peradangan dari susunan saraf serebral. Jarang ditemukan pada anak-anak, yang biasanya disebabkan trauma pada waktu lahir, kelainan kongenital dari m.rektus lateralis atau persarafannya.
Tanda-tandanya
:
Ø gangguan pergerakan mata kearah luar
Ø diplopi homonim, yang menjadi lebih hebat,
bila mata digerakkan kearah luar
Ø kepala dimiringkan kearah otot yang lumpuh
Ø deviasinya menghilang, bila mata
digerakkan kearah yang berlawanan dengan otot yang lumpuh
Ø pada anak dibawah 6 tahun, dimana pola
sensorisnya belum tetap, timbul supresi, sehingga tidak timbul diplopia
Ø pada orang dewasa, dimana esotropianya
terjadi sekonyong-konyong, penderita mengeluh ada diplopia, karena pola
sensorisnya sudah tetap dan bayangan dari obyek yang dilihatnya jatuh pada
daerah-daerah retina dikedua mata yang tidak bersesuaian (corresponderend).1,2
Pengobatan :
Penderita diobati dahulu
secara nonoperatif selama 6 bulan, menurut kausanya, kalau dapat dengan
kerjasama beserta seorang ahli saraf. Bila terdapat diplopia, mata yang sakit
ditutup untuk menghilangkan diplopia dan segala akibatnya. Adapula yang menutup
mata yang sehat untuk menghilangkan diplopianya.
Baik pada anak ataupun dewasa,
bila setelah 6 bulan pengobatan belum ada perbaikan, baru dilakukan operasi,
yaitu reseksi dari m.rektus lateralis atau reseksi dari m.rektus medialis,
sebab bila dibiarkan terlalu lama dapat terjadi atrofi dari otot.
KELUMPUHAN DARI N.III (N.
OKULOMOTORIUS)
Pada kelumpuhan total dari
saraf ini didapatkan :
Ø ptosis.
Ø bola mata hampir tak dapat bergerak.
Keterbatasan bergerak kearah atas, kenasal dan sedikit kearah bawah.
Ø mata berdeviasi ketemporal, sedikit
kebawah. Kepala berputar
kearah bahu pada sisi otot yang lumpuh.
Ø sedikit eksoftalmus, akibat paralise dari
3 mm rekti yang dalam keadaan normal mendorong mata kebelakang.
Ø pupil midriasis, reaksi cahaya negatif,
akomodasi lumpuh.
Ø ada crossed diplopia.
Hal tersebut terjadi oleh
karena N.III mengurusi :
M.rektus superior, m.rektus
medialis, m.rektus lateralis, m.obliqus inferior, m. sfingter pupil,
mm.siliaris. bila ini semua lumpuh tinggal m.rektus lateralis, m.obliqus
superior yang bekerja, karena itu mata berdeviasi kearah temporal sedikit
kearah bawah dan intorsi (berputar kearah nasal). Pupil lebar tak ada akomodasi.
Kelumpuhan N.III sering tak sempurna hanya mengenai 2-3 otot saja. Dapat disertai dengan kelumpuhan dari otot-otot lain. Bila terdapat kelumpuhan dari semua otot-otot, termasuk otot iris dan badan siliar, disebut oftalmoplegia totalis. Kalau hanya terdapat kelumpuhan dari otot-otot mata luar, disebut oftalmoplegia eksterna, yang ini lebih sering terjadi. Kelumpuhan yang terbatas pada m.sfingter pupil dan badan siliar, disebut oftalmoplegia interna. Hal ini sering dijumpai misalnya pada :
Kelumpuhan N.III sering tak sempurna hanya mengenai 2-3 otot saja. Dapat disertai dengan kelumpuhan dari otot-otot lain. Bila terdapat kelumpuhan dari semua otot-otot, termasuk otot iris dan badan siliar, disebut oftalmoplegia totalis. Kalau hanya terdapat kelumpuhan dari otot-otot mata luar, disebut oftalmoplegia eksterna, yang ini lebih sering terjadi. Kelumpuhan yang terbatas pada m.sfingter pupil dan badan siliar, disebut oftalmoplegia interna. Hal ini sering dijumpai misalnya pada :
Ø pemakaian midriatika, sikloplegia, waktu
mengadakan pemeriksaan fundus atau refraksi
Ø kontusio bulbi
Ø akibat lues, difteri, diabetes, penyakit
serebral.
Dalam hal ini kita dapatkan
pupil lebar, tak ada akomodasi. Pada oftalmoplegia interna, diobati menurut
penyebabnya dan lokal diberikan pilokarpin atau eserin. Kalau akomodasinya
tetap hilang, beri pula kacamata sferis (+) 3 D untuk pekerjaan dekat. Penyebabnya
:
Kelainannya dapat terjadi pada
setiap tempat dari korteks serebri keotot. Macam kelainan dapat eksudat, perdarahan,
periostitis, tumor, trauma, perubahan pembuluh darah yang menyebabkan penekanan
atau peradangan pada saraf. Jarang-jarang disebabkan peradangan atau degenerasi
primer. Pada umumnya disebabkan oleh lues yang dapat menyebabkan tabes,
ensefalitis. Infeksi akut (difteri, influenza), keracunan (alkohol), diabetes
mellitus, penyakit-penyakit sinus, trauma, sebagai penyebab yang lainnya.
Terjadinya bisa sekonyong-konyong ataupun perlahan-lahan, tetapi perjalanan
penyakitnya selalu menahun. Kekambuhan sering terjadi. Kalau telah terjadi
lama, prognosis tidak menguntungkan lagi, karena kemungkinan terjadinya atrofi
dari otot-otot yang lumpuh dan kontraksi dari otot lawannya.1
Pengobatan :
Untuk menghindari diplopia,
mata yang sakit ditutup. Ada
pula yang menutup mata yang sehat.
Kalau setelah pengobatan
kira-kira 6 bulan tetap lumpuh, dilakukan operasi reseksi dari otot yang lumpuh
disertai resesi dari otot lawannya. Supaya tidak terjadi atrofi dari otot yang
lumpuh. Hasil dari operasi ini sering mengecewakan, tetapi perbaikan kosmetis
mungkin dapat memuaskan.
Kelumpuhan m.rektus medialis :
Menyebabkan strabismus
divergens, gangguan gerak kearah nasal, cross diplopi. Kelainan ini bertambah
bila mata digerakkan kearah nasal (aduksi). Kepala dimiringkan kearah otot yang
sakit.
Kelumpuhan m.rektus superior :
Terdapat keterbatasan gerak
keatas, hipotropia, diplopia campuran (diplopi vertikal dan crossed diplopia). Bayangan dari mata yang sakit terdapat
diatas bayangan mata yang sehat. Kelainan bertambah pada gerakan mata keatas.
Kelumpuhan m.rektus inferior :
Kelumpuhan m.rektus inferior :
Terdapat keterbatasan gerak
mata kebawah, hipertropia, diplopi campuran, crossed, yang bertambah hebat bila
mata digerakkan kebawah. Bayangan dari mata yang sakit terletak lebih rendah.
Kelumpuhan m.obliqus superior
:
Terdapat keterbatasan gerak
kearah bawah terutama nasal inferior, strabismus yang vertikal, diplopia
campuran, terutama vertikal dan homonim yang bertambah hebat bila mata
digerakkan kearah nasal inferior. Bayangan dari mata yang sakit terletak lebih
rendah.1,2
Kelumpuhan m.obliqus inferior
:
Terdapat keterbatasan gerak
keatas, terutama atas nasal, strabismus vertikal, diplopia campuran, homonim.
Kelainan ini bertambah bila mata digerakkan kearah temporal atas. Bayangan dari
mata yang sakit terletak lebih tinggi.
II. STRABISMUS
NONPARALITIK
Disini kekuatan duksi dari
semua otot normal dan mata yang berdeviasi mengikuti gerak mata yang sebelahnya
pada semua arah dan selalu berdeviasi dengan kekuatan yang sama. Deviasi primer
(deviasi pada mata yang sakit) sama dengan deviasi sekunder (deviasi pada mata
yang sehat). Mata yang ditujukan pada obyek disebut fixing eye, sedang mata
yang berdeviasi disebut squinting eye.
Dibedakan strabismus
nonparalitika – nonakomodatif - akomodatif – berhubungan dengan kelainan
refraksi.
STRABISMUS NONPARALITIK
NONAKOMODATIF :
Deviasinya telah timbul pada
waktu lahir atau pada tahun-tahun pertama. Deviasinya sama kesemua arah dan
tidak dipengaruhi oleh akomodasi. Karena itu penyebabnya tak ada hubungannya
dengan kelainan refraksi atau kelumpuhan otot-otot. Mungkin disebabkan oleh :1
Insersi yang salah dari
otot-otot yang bekerja horizontal
Gangguan keseimbangan gerak
bola mata, dapat terjadi karena gangguan yang bersifat sentral, berupa kelainan
kwantitas rangsangan pada otot. Hal ini disebabkan kesalahan persarafan
terutama dari perjalanan supranuklear, yang mengelola konvergensi dan
divergensi. Kelainan ini dapat menimbulkan proporsi yang tidak baik antara
kekuatan konvergensi dan divergensi. Untuk melakukan konvergensi dari kedua
mata, harus ada kontraksi yang sama dan serentak dari kedua m.rektus internus,
sehingga terjadi gerakan yang sama dan simultan dari mata ke nasal. Divergensi
dan konvergensi adalah bertentangan, overaction dari yang satu menyebabkan
kelemahan dari yang lain dan sebaliknya. Rangsangan sentral yang berlebihan
untuk konvergensi, menyebabkan kedudukan bola mata yang normal untuk
penglihatan jauh (divergensi) sedang menjadi strabismus konvergens untuk
penglihatan dekat (konvergensi).
Dibedakan :
Dibedakan :
- Kelebihan
konvergensi : (convergence excess) pada penglihatan jauh normal, pada
penglihatan dekat timbul strabismus konvergens.
- Kelebihan
divergensi (divergence exess) : pada penglihatan dekat normal. pada
penglihatan jauh timbul strabismus divergens.
- Kelemahan
konvergensi : (convergence insufficiency) : pada penglihatan jauh normal,
pada penglihatan dekat timbul strabismus divergens.
- Kelemahan
divergensi (divergence insufficiency) : pada penglihatan dekat normal,
pada penglihatan jauh timbul strabismus konvergens.
Kekurangan daya fusi : Kelainan
daya fusi kongenital sering didapatkan. Daya fusi ini berkembang sejak kecil
dan selesai pada umur 6 tahun. Ini penting untukk penglihatan binokuler tunggal
yang menyebabkan mata melihat lurus. Tetapi bila daya fusi ini terganggu secara
kongenital atau terjadi gangguan koordinasi motorisnya, maka akan menyebabkan strabismus.
Pada kasus yang idiopatis, kesalahan mungkin terletak pada dasar genetik.
Eksotropik dan esotropia sering merupakan keturunan autosomal dominan. Kadang-kadang
pada anak dengan esotropia, didapatkan orang tuanya dengan esoforia yang hebat.
Tidak jarang strabismus nonakomodatif tertutup oleh faktor akomodatif, sehingga
bila kelainan refraksinya dikoreksi, strabismusnya hanya diperbaiki sebagian
saja.
Tanda-tanda :
1. Kelainan kosmetik, sehingga pada anak-anak
yang lebih besar merupakan beban mental.
2. Tak terdapat tanda-tanda astenopia.
3. Tak ada hubungan dengan kelainan refraksi.
4. Tak ada diplopia, karena terdapat supresi
dari bayangan pada mata yang berdeviasi.
Pada strabismus yang monokuler, karena supresi dapat terjadi ambliopia ex
anopsia. Bila deviasinya mulai pada umur muda dan sudut deviasinya besar, maka
bayangan dimakula yang terdapat pada mata yang fiksasi (fixing eye) terdapat
didaerah diluar makula pada mata yang berdeviasi (squiting eye). Jadi terdapat
abnormal retinal correspondence (binocular fals projection). Pengukuran derajat
deviasinya dilakukan dengan : tes Hisrchberg, tes Krimsky, tes Maddox cross.
Pemeriksaan kekuatan duksi untuk mengukur kekuatan otot. 1,2,5
Pengobatan :
1. Preoperatif
2. Operatif
Ad. 1. Preoperatif :
Pengobatan yang paling ideal pada setiap strabismus adalah bila tercapai
hasil fungsionil yang baik, yaitu penglihatan binokuler yang normal dengan
stereopsis, disamping perbaikan kosmetik. Hal ini sukar dicapai karena
tergantung dari pada :
1. lamanya strabismus.
1. lamanya strabismus.
2. umur anak pada waktu diperiksa.
3. sikap orang tuanya.
4. kelainan refraksi.
Pada strabismus yang sudah berlangsung lama dan anak berumur 6 tahun atau
lebih pada waktu diperiksa pertama, maka hasil pengobatannya hanya kosmetis
saja.
Sedapat mungkin ambliopia pada mata yang berdeviasi harus dihilangkan dengan:
1. Menutup mata yang normal (terapi oklusi = patching).
Sedapat mungkin ambliopia pada mata yang berdeviasi harus dihilangkan dengan:
1. Menutup mata yang normal (terapi oklusi = patching).
Dengan demikian penderita dipaksa untuk memakai matanya yang berdeviasi.
Biasanya ketajaman penglihatannya menunjukkan perbaikan dalam 4-10 minggu.
Penutupan ini mempunyai pengaruh baik pada pola sensorisnya retina, tetapi
tidak mempengaruhi deviasi. Sebaiknya terapi penutupan sudah dimulai sejak usia
6 bulan, untuk hindarkan timbulnya ambliopia. Pada anak berumur dibawah 5 tahun
dapat diteteskan sulfas atropin 1 tetes satu bulan, sehingga mata ini tak
dipakai kira-kira 2 minggu. Ada pula yang menetesinya setiap hari dengan
homatropin sehingga mata ini beberapa jam sehari tak dipakai. Sedang pada anak-anak yang lebih besar,
dilakukan penutupan matanya 2-4 jam sehari. Penetesan atau penutupan jangan
dilakukan terlalu lama, karena takut menyebabkan ambliopia pada mata yang sehat
ini.
2. Pengobatan dengan cara penutupan, pada anak yang sudah mengerti (3
tahun), harus dikombinasikan dengan latihan ortoptik untuk mendapatkan
penglihatan binokuler yang baik. Kalau pengobatan preoperatif sudah cukup lama
dilakukan, kira-kira 1 tahun, tetapi tak berhasil, maka dilakukan operasi.
Tindakan operatif sebaiknya dilakukan pada umur 4-5 tahun, supaya bila
masih ada strabismusnya yang belum terkoreksi dapat dibantu dengan latihan.
Prinsip operasinya :
Prinsip operasinya :
Ø reseksi dari otot yang terlalu kuat
Ø reseksi dari otot yang terlalu lemah. 4
ESOTROPIA NONAKOMODATIVA,
Meliputi lebih dari setengahnya strabismus nonparalitika. Deviasinya sudah timbul pada waktu lahir
atau pada tahun-tahun pertama. Deviasinya sama kesemua arah dan tak
terpengaruhi oleh akomodasi, tak ada hubungan dengan kelainan refraksi atau
kelumpuhan otot.
Penyebabnya mungkin insersi yang salah dari otot bekerja horizontal,
kelainan persarafan supranuklear atau kelainan genetis.1,2
Pengobatan :
Terapi penutupan secepat mungkin, disamping latihan ortoptik, sebelum dilakukan tindakan operatif ;
Terapi penutupan secepat mungkin, disamping latihan ortoptik, sebelum dilakukan tindakan operatif ;
a. resesi dari m.rektus medialis
b. reseksi dari m.rektus lateralis.
STRABISMUS NONPARALITIKA AKOMODATIVA :
Gangguan keseimbangan konvergensi dan divergensi dapat juga berdasarkan
akomodasi, jadi berhubungan dengan kelainan refraksi.
Dapat berupa :
Ø strabismus konvergens (esotropia)
Ø strabismus divergens (eksotropia).
Pemeriksaan yang dilakukan :
Pemeriksaan refraksi harus dilakukan dengan sikloplegia, untuk
menghilangkan pengaruh dari akomodasi.
Caranya :
Ø Pada anak-anak dengan pemberian sulfas
atropin 1 tetes sehari, tiga hari berturut-turut, diperiksa pada hari keempat.
Ø Pada orang dewasa diteteskan homatropin 1
tetes setiap 15 menit, tiga kali berturut-turut, diperiksa 1 jam setelah tetes
terakhir.
Pengukuran derajat deviasi dengan tes Hirschberg, tes Krismky, tes Maddox
cross. 1,4,5
Pemeriksaan kekuatan duksi, untuk mengukur kekuatan otot yang bergerak pada
arah horizontal (adduksi = m.rektus medialis; abduksi = m.rektus lateralis).
Pengobatan
:
1. koreksi dari kelainan refraksi, dengan sikloplegia.
2. hindari ambliopia dengan penetesan atropin
atau penutupan pada mata yang sehat.
3. meluruskan aksis visualis dengan operasi
(mata menjadi ortofori).
4. memperbaiki penglihatan binokuler dengan
latihan ortoptik.
STRABISMUS KONVERGENS NONPARALITIK AKOMODATIF (KONKOMITAN AKOMODATIF)
Dinamakan juga esotropia, dimana mata berdeviasi kearah nasal. Kelainan ini berhubungan dengan
hipermetropia atau hipermetropia yang disertai astigmat. Tampak pada umur muda,
antara 1-4 tahun, dimana anak mulai mempergunakan akomodasinya untuk melihat
benda-benda dekat seperti mainan atau gambar-gambar. Mula-mula timbul periodik,
pada waktu penglihatan dekat atau bila keadaan umumnya terganggu, kemudian
menjadi tetap, baik pada penglihatan jauh ataupun dekat.
Kadang-kadang dapat menghilang pada usia pubertas. Anak yang hipermetrop,
mempergunakan akomodasi pada waktu penglihatan jauh, pada penglihatan dekat
akomodasi yang dibutuhkan lebih banyak lagi. Akomodasi dan konvergensi erat
hubungannya, dengan penambahan akomodasi konvergensinyapun bertambah pula. Pada
anak dengan hipermetrop ini, mulai terlihat esoforia periodik pada penglihatan
dekat, disebabkan rangsangan berlebihan untuk konvergensi. Lambat laun kelainan
deviasi ini bertambah sampai fiksasi binokuler untuk penglihatan dekat tak
dapat dipertahankan lagi, dan terjadilah strabismus konvergens untuk dekat.
Kemudian terjadi pula esotropia pada penglihatan jauh.
Pengobatan :
1. Koreksi refraksi dengan sikloplegia. Harus
diberikan koreksi dari hipermetropia totalis, dan kacamata dipakai
terus-menerus. Karena terdapat akomodasi yang berlebihan, juga dapat diberikan
kacamata untuk dekat meskipun belum usia presbiopia, untuk mengurangi
akomodasinya. Jadi diberikan kacamata bifokal.
2. Mata
yang sehat ditutup atau ditetesi atropin untuk memperbaiki visus pada mata yang
sakit, 1 tetes 1 bulan 1 kali dapat juga dengan homatropin setiap hari atau
penutupan mata yang sehat. Kacamata
harus diperiksa berulang kali, karena mungkin terdapat perubahan, sampai kelainan
refraksinya tetap.
3. Latihan ortoptik harus dilakukan bersamaan
dengan perbaikan koreksi untuk memperbaiki pola sensorik dari retina, sehingga
memperbesar kemungkinan untuk dapat melihat binokuler.
4. Kalau setelah tindakan diatas esotropianya masih
ada, dan kelainan deviasinya tidak begitu besar, dapat diberikan koreksi dengan
prisma, basis temporal.
5. Bila semua tindakan tidak menghilangkan
kelainan deviasinya, maka dilakukan operasi, untuk meluruskan matanya.
6. Setelah operasi, diteruskan latihan ortoptik
untuk memperbaiki penglihatan binokuler. Pada esotropia untuk jarak jauh,
dilakukan reseksi m.rektus eksternus, (otot yang lemah). Pada esotropi jarak
dekat, perlu resesi m.rektus internus (otot yang kuat). Untuk esotropi yang
hebat, lebih dari 30 derajat, terjadi jauh dekat, dilakukan operasi kombinasi.
1
STRABISMUS DIVERGENS NONPARALITIK AKOMODATIF (EKSOTROPI KONKOMITAN
AKOMODATIF)
Mata berdeviasi kearah temporal. Hubungannya dengan miopia. Sering juga
didapat, bila satu mata kehilangan penglihatannya sedang mata yang lain
penglihatannya tetap baik, sehingga rangsangan untuk konvergensi tak ada, maka
mata yang sakit berdeviasi keluar.
Strabismus divergens biasanya mulai timbul pada waktu masa remaja atau
dewasa muda. Lebih jarang terjadi.
Dapat dimulai dengan :
1. Kelebihan divergensi
2. Kelemahan konvergensi.
Pada miopia mulai dengan kelemahan akomodasi pada jarak dekat, orang miop
hanya sedikit atau tidak memerlukan akomodasi, sehingga menimbulkan kelemahan
konvergensi dan timbullah kelainan eksotropia untuk penglihatan dekat sedang
untuk penglihatan jauhnya normal. tetapi pada keadaan yang lebih lanjut, timbul
juga eksotropia pada jarak jauh. Bila penyebabnya divergens yang berlebihan,
yang biasanya merupakan kelainan primer, mulai tampak sebagai eksotropia untuk
jarak jauh. Tetapi lama kelamaan kekuatan konvergensi melemah, sehingga menjadi
kelainan yang menetap, baik untuk jauh maupun dekat.
Pengobatan :
- Koreksi penuh dari
miopinya, ditambah overkoreksi 0,5-0,75 dioptri untuk memaksa mata itu
berakomodasi, kacamata ini harus dipakai terus-menerus.
- Latihan ortoptik,
untuk memperbaiki penglihatan binokuler, disamping terapi oklusi.
- Operasi, bila cara
yang terdahulu tak memberikan pengobatan yang memuaskan.
Pada eksotropia hanya untuk jarak jauh, dilakukan dari m.rektus lateralis, sedang pada kelemahan dari daya konvergensi, yang timbulkan eksotropia pada jarak dekat dilakukan reseksi dari m.rektus medialis. Untuk eksotropia yang menetap untuk jauh dan dekat, dilakukan operasi kombinasi. Bila kelainan deviasinya tak begitu besar, dapat dicoba dulu dengan kacamata prisma basis nasal.
Pada bayi dan anak kecil ada
kecenderungan konvergensi yang berlebihan, yang dipengaruhi oleh persarafan
supranuklear. Kecenderungan untuk berdivergensi menjadi lebih besar dengan
bertambahnya umur. Karena itu, bila tidak ada daya untuk berfusi, seperti pada
mata yang buta atau mata dengan visus yang sangat menurun, maka mata ini akan
berdeviasi kenasal pada anak-anak sampai umur 6 tahun dan pada orang-orang yang
lebih dari 6 tahun usianya akan berdeviasi kearah temporal. 1
REFERENSI
1. Wijana. N, 1993, Strabismus, dalam Ilmu Penyakit
Mata, Abadi Tegal, Jakarta, 282-311.
2. Voughan D, Asbury T, 1996, Strabismus, dalam Oftalmologi Umum, edisi II,
Jilid 1, Widya Medika, Jakarta, 237-263.
3. Glasspool. MG, 1994,
Strabismus, dalam Atlas Berwarna Oftalmologi, Widya Medika, Jakarta, 91-96.
4. Ilyas S, 1998, Strabismus,
dalam Ilmu Penyakit Mata, Balai Penerbit FKUI, Jakarta, 233-265.
5. Ilyas S, 2000, Strabismus,
dalam Sari Ilmu Penyakit Mata, Balai Penerbit FKUI, Jakarta, 181-194.
Untuk mendownload karya ilmiah dalam bentuk word atau pdf silakan klik link berikut ini:
download makalah ilmiah katarak kongenital word/pdf