Berikut adalah artikel mengenai katarak kongenital yang ditulis secara lengkap berdasarkan referensi terpercaya, untuk mendownload karya ilmiah dalam bentuk word/pdf silahkan lihat link diakhir artikel.
1. PENDAHULUAN
Katarak kongenital
adalah kekeruhan lensa yang timbul sejak lahir, dan merupakan salah satu
penyebab kebutaan pada anak yang cukup sering dijumpai. Katarak kongenital
mulai terjadi sebelum atau segera setelah lahir dan bayi berusia kurang dari 1
tahun.1
Source: |
Di Amerika Serikat
disebutkan sekitar 500-1500 bayi lahir dengan katarak kongenital tiap tahunnya
dengan insiden 1,2-6 kasus per 10.000 kelahiran. Sedangkan di Inggris, kurang
lebih 200 bayi tiap tahunnya lahir dengan katarak kongenital dengan
insiden 2,46 kasus per 10.000 kelahiran.
Di Indonesia sendiri belum terdapat data mengenai jumlah kejadian katarak
kongenital, tetapi angka kejadian katarak kongenital pada negara berkembang
adalah lebih tinggi yaitu sekitar 0,4 % dari angka kelahiran.2
Di negara-negara
berkembang, biasanya pasien datang
berobat sudah dalam keadaan terlambat dengan berbagai komplikasi seperti
nistagmus, ambliopia, dan strabismus. Hal ini dipengaruhi oleh faktor ekonomi
yang rendah, pendidikan orang tua yang rendah, rendahnya perhatian orang tua
terhadap perkembangan anak, dan terbatasnya pelayanan kesehatan spesialis mata
di daerah-daerah. Di samping itu belum dilaksanakan skrining terhadap semua
bayi baru lahir yang sangat membantu menegakkan diagnosis dini katarak
kongenital sehingga dapat segera dilakukan
tatalaksana yang tepat dan tidak terjadi komplikasi.3
Komplikasi katarak
kongenital diantaranya yaitu kebanyakan anak-anak dengan katarak kongenital
akan menjadi ambliopia. Karena gambaran retina menjadi buram oleh katarak, penglihatan
tidak berkembang sebagaimana mestinya, dan otak tidak dapat menangkap
sensitivitas informasi dari mata. Pengetahuan tentang deteksi dini dan
diagnosis terhadap katarak kongenital sangat penting untuk dipahami terutama
oleh dokter di layanan primer.3
2.1 Anatomi dan
Embriologi Lensa
2.1.1 Anatomi
Lensa
Suatu struktur bikonveks, avaskular,
tak berwarna dan transparan. Tebalnya ±4 mm dan
diameternya 9 mm. Dibelakang iris, lensa digantung oleh zonula (zonula
zinni) yang menghubungkannya dengan korpus siliare. Di sebelah anterior lensa
terdapat humor aqueus dan disebelah posterior terdapat vitreus humor. Kapsul
lensa adalah membran semipermiabel yang dapat dilewati air dan elektrolit.
Disebelah depan terdapat selapis epitel subkapular. Nukleus lensa lebih keras
daripada korteks nya. Sesuai dengan bertambahnya usia,serat-serat lamelar sub
epitel terus diproduksi sehingga lensa lama-kelamaan
menjadi kurang elastik.1
Lensa
ditahan oleh tempatnya oleh ligamentum yang dikenal sebagai zoonula (zonula
zanii), yang tersusun dari banyak fibril dari permukaan korpus siliare dan
menyisip kedalam ekuator lensa. Tidak ada serat nyeri, pembuluh darah, atau
saraf di lensa.1
2.1.2. Embriologi Lensa
Mata berasal dari tonjolan otak
(optic vesicle). Lensanya berasal dari ektoderm permukaaan pada tempat
lensplate, yang kemudian megalami invaginasi dan melepaskan diri dari ektoderm
permukaan membentuk vesikel lensa dan bebas terletak dibatas batas dari optic
cup. Segera setelah vesikel lensa terlepas dari ektoderm permukaan, maka
sel-sel posterior memanjang kearah depan dan membentuk serabut-serabut panjang
menutupi bagian yang kosong. Pada stadium ini, kapsul hialin dikeluarkan oleh
sel-sel lensa. Serat-serat sekunder memanjangkan diri, dari daerah ekuator dan
tumbuh kedepan dibawah epitel subkabsuler, yang hanya selapis dan kebelakang
kapsul lentis. Serat- serat ini saling bertemu dan memberntuk sutura.4
Menjelang akhir minggu ke-7,
serabut-serabut lensa ini mencapai dinding depan vesikel lensa. Akan tetapi,
pertumbuhan lensa tidak berakhir pada tingkat ini saja, karena serabut
lensa-lensa yang baru (sekunder) terus ditambahkan kepada inti sentral
tersebut.4
2.2 Definisi Katarak Kongenital
Katarak berasal dari
bahasa Yunani Katarrhakies dan bahasa
Latin Cataracta yang berarti air terjun.
Katarak adalah setiap keadaan kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat
hidrasi (penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa, atau terjadi
akibat kedua-duanya. 3
Katarak kongenital merupakan kekeruhan pada lensa mata yang
mulai terjadi sebelum atau segera setelah lahir dan bayi berusia kurang dari 1
tahun. Katarak kongenital merupakan penyebab kebutaan pada bayi yang cukup
berarti terutama akibat penanganan yang kurang tepat.3
2.3 Epidemiologi
Katarak Kongenital
Di Amerika Serikat disebutkan sekitar 500-1500 bayi lahir dengan katarak
kongenital tiap tahunnya dengan insiden 1,2-6 kasus per 10.000 kelahiran.
Sedangkan di Inggris, kurang lebih 200 bayi tiap tahunnya lahir dengan katarak
kongenital dengan insiden 2,46 kasus per
10.000 kelahiran. Di Indonesia sendiri belum terdapat data mengenai jumlah
kejadian katarak kongenital, tetapi angka kejadian katarak kongenital pada
negara berkembang adalah lebih tinggi yaitu sekitar 0,4 % dari angka kelahiran.2
Dua per
tiga kasusnya adalah katarak bilateral. Hampir 50% dari katarak kongenital
adalah sporadik dan tidak diketahui penyebabnya. Sering ditemukan pada bayi
prematur dan gangguan system saraf seperti retardasi mental.5
Mordibitas
penglihatan mungkin berasal dari ambliopia deprivasi, ambliopia refraksi,
glaukoma (sebanyak 10% setelah operasi pengangkatan), dan retinal detachment. Penyakit metabolik dan sistemik
ditemukan sebanyak 60% pada katarak bilateral. Katarak kongenital umumnya
menyertai pada retardasi mental, tuli, penyakit ginjal, penyakit jantung dan
gejala sistemik. Katarak kongenital biasanya didiagnosa pada bayi yang baru
lahir.4
2.4 Klasifikasi
1.
Katarak Lamellar atau Zonular
Merupakan tipe katarak
kongenital yang paling umum dijumpai dengan karakteristik bilateral dan
simetris. Pengaruhnya terhadap fungsi visual bervariasi tergantung ukuran dan
densitas kekeruhan. Umumya diturunkan secara genetik sebagai autosomal dominan
atau merupakan hasil dari transient toxic influence selama perkembangan
embrionik lensa.
Katarak ini biasanya
berkarakter dengan kekeruhan pada lapisan maupun zona yang spesifik. Secara
klinis tampak sebagai lapisan yang keruh yang mengelilingi daerah yang jernih
dan dikelilingi korteks yang jernih juga. Bila dilihat dari anterior seperti disk
shaped configuration.
Gambar 2.3 Katarak
Lamellar / Zonular
2.
Katarak Polar
Merupakan kekeruhan
lensa yang meliputi korteks subkapsular dan kapsul anterior atau posterior dari
pole lensa. Katarak polar anterior biasanya kecil, bilateral,
simetris dan tidak progresif serta tidak mengganggu penglihatan. Katarak polar
anterior sering diturunkan secara autosomal dominan. Katarak polar
anterior ini terkadang dihubungkan dengan kelainan okular lainnya, meliputi
mikrophthalmos, persistent pupillary membrane dan lentikonus anterior.
Katarak polar anterior tidak membutuhkan penanganan tetapi sering menyebabkan
anisometropia.5
Katarak polar posterior
secara
umum lebih meyebabkan penurunan fungsi visual dibandingkan katarak polar
anterior karena cenderung lebih besar dan posisinya lebih mendekati nodal
point of eye. Biasanya bersifat stabil, tetapi kadang-kadang dapat
progresif. Dapat bersifat familial (bilateral dan diturunkan secara autosomal
dominant) atau sporadik (unilateral dan berhubungan dengan sisa tunika
vaskulosa lensa atau berhubungan dengan kelainan kapsul posterior seperti
lentikonus atau lentiglobus).5
Gambar
2.4 Katarak Polaris Anterior (kiri) dan Katarak Polaris Polaris (kanan)
3.
Katarak Sutural / Stellate
Katarak ini merupakan
kekeruhan pada bentuk Y-sutures atau inverted-Y pada nukleus
fetal dimana sering terdapat cabang atau knobs. Bilateral dan simetris,
serta diturunkan secara autosomal dominan. Biasanya tidak menyebabkan
gangguan penglihatan.
4.
Katarak Coronary
Disebut coronary
cataract karena terdiri dari sekelompok club-shaped opacities pada
korteks yang tersusun di sekitar ekuator lensa seperti mahkota atau korona.
Hanya terlihat saat pupil dilatasi dan biasanya tidak mempengaruhi ketajaman
penglihatan. Sering diturunkan secara autosomal dominant.
5.
Katarak Cerulean
Merupakan kekeruhan
yang tipis berwarna kebiruan yang berlokasi di korteks lensa sehingga disebut blue-dot
cataract. Bersifat tidak progresif dan biasanya tidak menimbulkan gangguan
penglihatan.
6.
Katarak Nuklear
Kekeruhan dapat hanya
terjadi pada nukleus embrional saja atau pada nukelus embrional dan fetal nuclei. Biasanya bersifat
bilateral dengan spektrum tingkat keparahan yang luas. Kekeruhan lensa meliputi
seluruh nukleus atau terbatas pada sebagian lapisan saja. Mata dengan katarak
nuklear kongenital cenderung mikrophthalmia.
7.
Katarak Kapsular
Merupakan kekeruhan
kecil pada epitel lensa dan kapsul anterior lensa. Secara umum tidak
menyebabkan gangguan penglihatan.
8.
Katarak Total / Complete
Kekeruhan pada seluruh
serabut lensa. Pemeriksaan menggunakan funduskopi tidak tampak red reflex dan
retina tidak terevaluasi. Beberapa katarak dapat subtotal saat lahir dan
progresif dengan cepat menjadi katarak komplit. Dapat terjadi unilateral maupun
bilateral, dan menimbulkan gangguan penglihatan.5
2.5 Etiologi
Katarak terbentuk saat protein di dalam lensa menggumpal
bersama-sama membentuk sebuah clouding
atau bentuk yang menyerupai permukaan es. Ada banyak alasan yang menyebabkan
katarak kongenital, yaitu antara lain:
1.
Herediter, secara umum
1/3 dari semua kasus katarak kongenital adalah karena herediter yang biasanya
diturunkan secara autosoma dominan. Contoh dari katarak herediter seperti
katarak pulverulenta, katarak zonular, dan katarak coronary.7
2.
Faktor maternal
a.
Malnutrisi berhubungan
dengan non-familial zonular cataract
b.
Infeksi akibat virus
rubella berhubungan dengan 50% kasus katarak kongenital. Infeksi lain yang
berhubungan dengan katarak kongenital antara lain toxoplasmosis dan cytomegalo-inclusion disease.
c.
Pemakaian obat seperti
kortikosteroid saat kehamilan dapat menyebabkan katarak kongenital.
d.
Radiasi seperti
terpapar x-ray saat prenatal (intra-uterine)
dilaporkan menyebabkan katarak kongenital.7
3.
Faktor fetus
a.
Anoxia intra-uterin
akibat perdarahan placenta
b.
Kelainan metabolik
seperti diabetes saat kehamilan
c.
Katarak yang
berhubungan dengan kelainan kongenital lainnya seperti Lowe’s syndrome , Alport
syndrome dan lain-lain.
4.
Idiopatik, hampir 50%
kasus katarak kongenital muncul secara sporadik dan tidak diketahui
penyebabnya.7
2.6
Patogenesis
Lensa
terbentuk pada minggu kelima sampai kedelapan. Karena masa ini belum terbentuk
kapsul pelindung, maka virus bisa langsung masuk ke dalam jaringan lensa. Lensa
terbentuk saat invaginasi permukaan ektoderm mata. Nukleus embrionik berkembang
pada bulan ke enam kehamilan. Sekitar nukleus embrionik terdapat nukleus fetus.
Saat kelahiran, nukleus fetal dan nukleus embrionik membentuk hampir sebagian
lensa. Setelah kelahiran, serat kortikal lensa terletak pada peralihan
epithelium lensa anterior dengan serat kortikal lensa. Sutura Y merupakan tanda
penting karena dapat mengidentifikasi besarnya nukleus fetus. Bagian lensa
mulai dari perifer ke sutura Y merupakan korteks lensa, dimana bahan lensa yang
ada di sutura Y adalah nuklear. Pada pemeriksaan dengan slit lamp, posisi
sutura Y anterior tegak, sedangkan sutura Y posterior terbalik. Beberapa
kelainan seperti infeksi, trauma, kelainan metabolik pada serat nuklear ataupun
serat lentikular dapat menyebabkan kekeruhan media lentikular yang awalnya
jernih. Lokasi dan pola kekeruhan dapat digunakan untuk menentukan waktu
terjadinya kelainan serta etiologi.2
Pada katarak developmental, kekeruhan pada lensa
timbul pada saat lensa dibentuk. Jadi lensa belum pernah mencapai keadaan
normal. Hal ini merupakan kelainan kongenital. Kekeruhan lensa, sudah terdapat
pada waktu bayi lahir. Kekeruhan pada katarak kongenital jarang sekali
mengakibatkan keruhnya seluruh lensa. Letak kekeruhannya, tergantung saat
terjadinya gangguan pada kehidupan janin, sesuai dengan perkembangan
embriologik lensa. Bentuk katarak kongenital memberikan kesan tentang
perkembangan embriologik lensa, juga saat terjadinya gangguan pada perkembangan
tersebut.6
Pada
infeksi, seperti pada infeksi toksoplasma dan rubella, virus dapat menembus
kapsul lensa pada usia 6 minggu kehamilan. Terdapat opasitas saat lahir tapi
berkembang setelah beberapa minggu sampai beberapa bulan kehamilan. Seluruh
lensa bisa menjadi opaq. Virus bisa tetap ada dalam lensa hingga usia 3 tahun.8
2.7 Manifestasi klinis
Tanda yang
sangat mudah untuk mengenali katarak kongenital adalah bila pupil atau
bulatan hitam pada mata terlihat berwana putih atau abu-abu. Hal ini disebut
dengan leukocoria, pada setiap leukocoria diperlukan pemeriksaan yang teliti untuk menyingkirkan diagnosis
banding lainnya. Walaupun 60 % pasien dengan leukocoria adalah katarak congenital. Leukocoria juga terdapat pada retiboblastoma, ablasio retina, fibroplasti
retrolensa dan lain-lain.2
Pada katarak kongenital total penyulit yang dapat terjadi adalah makula lutea yang tidak cukup mendapatkan rangsangan. Proses masuknya sinar
pada saraf mata sangat penting bagi penglihatan bayi pada masa mendatang,
karena bila terdapat gangguan masuknya sinar setelah 2 bulan pertama kehidupan,
maka saraf mata akan menjadi malas dan berkurang fungsinya. Makula tidak akan
berkembang sempurna hingga walaupun
dilakukan ekstraksi katarak maka biasanya visus tidak akan mencapai 5/5. Hal
ini disebut ambliopia sensoris.2
2.8 Skrining dan Diagnosis Katarak
Kongenital
2.8.1 Skrining
Seharusnya dilakukan pemeriksaan mata pada seluruh
bayi baru lahir sebagai skrinning, yaitu :
a. Pemeriksaan red reflex
pada ruang gelap menggunakan oftalmoskop secara simultan pada kedua mata.
Pemeriksaan ini disebut juga illumination test, red reflex test atau Brückner
test.
Pemeriksaan red reflex
dengan menggunakan modifikasi Brückner yang mana memudahkan dalam menilai red
reflex kedua mata secara bersamaan. Gunakan oftalmoskop direk untuk melihat
mata pasien pada jarak kira-kira 1 meter dari pasien. Dengan menggunakan sinar
luas (Board beam) sehingga kedua mata
tersinari pada waktu yang bersamaan. Redupkan lampu kamar dan arahkan pandangan
anak ke cahaya opthalmoskop direk. Mulailah dengan pencahayaan opthalmospok
yang paling rendah lalu secara perlahan-lahan tingaktkan intensitas cahaya
sampai terlihat red reflex. Kita dapat melihat red reflex (pantulan cahaya
berwarna merah) mengisi pupil mata serta kita dapat melihat refleks cahaya
putih yang berukuran 1mm muncul dari pantulan kornea (corneal light reflex). Dengan demikian tes Brückner membrikan hasil
red reflex dan corneal light reflex.9
Adanya halangan atau
kekeruhan pada gambaran retina maupun adanya kelainan retina yang cukup besar
mengakibatkan red reflex yang abnormal. Adanya katarak dapat menghalangi red
reflex dan corneal light reflex sehingga
muncul white reflex.9
Gambar 2.5 Refleks
abnormal pada mata kiri yang katarak
b. Retinoskop melalui
pupil yang tidak berdilatasi. Dapat memprediksikan katarak aksial pada
anak-anak preverbal.10
2.8.2 Diagnosis
a. Anamnesa
Diperlukan anamnesa
yang detail tentang hambatan tumbuh kembang anak, pola makan anak, lesi-lesi
kulit, kelainan-kelainan perkembangan yang lain serta riwayat keluarga di dalam
mendiagnosa katarak kongenital. Pemeriksaan menggunakan slit lamp segera
terhadap anggota keluarga untuk melihat faktor-faktor inherited.10
b. Fungsi Visual
Penilaian fungsi visual
dapat digunakan untuk menentukan penanganan terhadap katarak. Kekeruhan kapsul
anterior tidak signifikan secara visual. Kekeruhan sentral/posterior yang cukup
densitasnya, diameter >3 mm, biasanya cukup bermakna mempengaruhi visual.10
c. Pemeriksaan Okular
-Slit lamp dengan kedua
mata sudah didilatasikan terlebih dahulu) dapat membantu melihat morfologi
katarak, posisi lensa dan melihat abnormalitas pada kornea, iris dan bilik mata
depan.
-Funduskopi untuk menilai segmen posterior.
Diamati diskus, retina dan makula.10
2.9
Diagnosis Banding2,10
a.
Retinoblastoma
b.
Retinopathy of prematurity
c.
Bilateral persistent hyperplastic primary vitreous
d.
Unilateral Coats disease
e.
Chorioretinal
colobomas
2.9 Penatalaksanaan
Penanganan pada katarak kongenital sangat tergantung
pada jenis katarak, bilateral atau unilateral, adanya kelainan mata lain, dan
saat terjadinya katarak. Kekeruhan lensa kongenital sering ditemui dan sering
secara visual tidak bermakna. Kekeruhan parsial atau kekeruhan diluar sumbu
penglihatan atau kekeruhan yang tidak cukup padat untuk mengganggu transmisi
cahaya tidak memerlukan terapi selan pengamatan untuk menilai perkembangan.6
Katararak kongenital yang menyebabkan
penurunan penglihatan yang bermakna harus dideteksi secara dini. Karena
prognosisnya dapat kurang memuaskan dan mungkin sekali pada mata telah terjadi
ambliopia. Bila terdapat nistagmus, maka keadaan ini menunjukan hal yang buruk
pada katarak kongenital.
Pengobatan katarak
kongenital bergantung pada :
1.
Katarak total bilateral, dimana sebaiknya dilakukan
pembedahan secepatnya segera katarak terlihat.
2.
Katarak total atau kongenital unilateral, mempunyai
prognosis yang buruk, karena mudah sekali terjadi ambliopia, karena itu
sebaiknya dilakukan pembedahan secepat mungkin.2,3
3.
Katarak bilateral parsial, biasanya pengobatan lebih
konservatif shingga sementara dapat dicoba kaca mata atau midriatika, bila
terjadi kekeruhan yang progresif ditandai dengan tanda-tanda strabismus dan
ambliopia maka dilakukan pembedahan, biasanya mempunyai prognosis yang lebih
baik.
Tindakan bedah diindikasikan apabila reflek fundus tidak
tampak. Tindakan bedah yang dikenal adalah iridektomi optis, disisio lensa,
ekstraksi linier dan ekstraksi dengan aspirasi. Pada katarak kongenital jenis katarak zonularis, apabila
visus sudah sangat terganggu, dapat dilakukan iridektomi optis, bila setelah
pemberian midriatika visus dapat menjadi lebih baik. Bila tidak dapat dilakukan
iridektomi optik, karena lensa sangat keruh maka pada anak-anak dibawah 1 tahun
dikakukan disisi lensa, sedang pada anak yang lebih besar dilakukan ekstraksi
linier. Koreksi visus pada anak dapat berarti, bila anak itu sudah dapat
diperiksa tes visualnya. Iridektomi optis mempunyai keuntungan bahwa lensa dan
akomodasi dapat dipertahankan dan penderita tidak usah menggunakan kacamata
tebal sferis + 10 dioptri. 3,6
Pada disisio lensa, kapsul anterior
dirobek dengan jarum, masa lensa diaduk, masa lensa yang masih cair akan
mengalir ke bilik mata depan. Selanjutnya dibiarkan terjadi resorbsi atau
dilakukan evakuasi massa. Lebih jelasnya dengan suatu pisau atau jarum disisi
daerah limbus dibawah konjungtiva ditembus
ke kamera okuli anterior dan merobek kapsula lensa anterior dengan
ujungnya sebesar 3-4 mm, jangan lebih besar atau lebih kecil. Maksudnya agar
melalui robekan tadi isi lensa yang masih cair dapat keluar sedikit demi
sedikit masuk ke COA yang kemudian akan diresorbsi. Oleh karena masa lensa pada
bayi masih cair maka resorbsinya seringkali sempurna. Kalau sayatan terlalu
kecil, sekitar 0,5-1 mm, robekan dapat menutup kembali dengan sendirinya dan
harus dioperasi lagi, sedang bila luka terlalu besar, isi lensa keluar mendadak
seluruhnya kedalam COA, kemudian dapat terjadi reaksi jaringan mata yang terlalu
hebat untuk bayi, sehingga mudah terjadi penyulit. 3,6
Disisio lensa sebaiknya
dilakukan sedini mungkin, karena fovea
sentralis harus berkembang waktu bayi lahir sampai umur 7 bulan. Kemungkinan
perkembangan terbaik adalah pada umur
3-7 bulan. Syarat untuk perkembangan ini fovea sentralis harus mendapat
rangsangan cahaya yang cukup. Jika katarak dibiarkan sampai anak berumur lebih
dari 7 bulan, biasanya fovea sentralis tak dapat berkembang 100%, visusnya
tidak akan mencapai 5/5 walaupun dioperasi.
Hal ini disebut ambliopia sensoris. Jika katarak ini dibiarkan sampai
umur 2-3 tahun, fovea sentralis tidak akan berkembang lagi, sehingga kemampuan
fiksasi dari fovea sentralis tidak akan tercapai dan mata menjadi goyang
(nistagmus), bahkan dapat pula terjadi strabismus sebagai penyulit. 3
Intra ocular lenses (IOLs)
Pada anak-anak sangatlah penting untuk mengkoreksi afakia
sesegera mungkin setelah pembedahan. Salah satu pilihan adalah untuk menanam
sebuah IOL ketika katarak di ekstraksi. Sayangnya hal tersebut bukanlah hal
yang sederhana. Saat lahir lensa manusia lebih sferis dibanding orang dewasa.
Lensa tersebut mempunyai kekuatan sekitar 30D, dimana mengkompensasi untuk
jarak axial lebih dekat dari mata bayi.
Hal ini turun sekitar 20-22D setiap 5tahun. Artinya bahwa sebuah IOL yang
memberikan penglihatan normal pada seorang bayi akan membuat miopia yang
signifikan saat dia lebih tua. Hal tersebut merupakan komplikasi lanjut karena
perubahan kekuatan kornea dan perpanjangan axial dari bola mata. Perubahan-perubahan ini paling cepat terjadi
bebrapa tahun pertama kehidupan dan hal ini hampir tidak mungkin untuk
memprediksi kekuatan lensa untuk bayi.3
Penanaman
IOL implantation hampir menjadi hal yang rutin untuk anak yang lebih besar,
Koreksi penggunaan IOL pada anak-anak masih kontroversi. Tanpa IOL, bayi akan
membutuhkan lensa kontak. Beberapa sumber mengatakan dilakukan pemasangan IOL
saat memasuki usia masuk sekolah, ada juga yang mengatakan bahwa IOL dipasang
segera setelah operasi dan saat hendak memasuki usia sekolah dilakukan koreksi
kembali.3
Jika
tidak dihendaki pemasangan IOL dapat dipertimbangkan pula optical devices lainnya seperti kacamata maupun lensa kontak untuk
melakukan koreksi pada kondisi afakia.
Gambar 12. Setelah Operasi Katarak
2.10 Komplikasi Katarak Kongenital
Kebanyakan anak-anak dengan katarak kongenital akan menjadi
ambliopia. Karena gambaran retina menjadi buram oleh katarak., penglihatan
tidak berkembang sebagaimana mestinya, dan otak tidak dapat menangkap
sensitivitas informasi dari mata. Ekstraksi katarak dan koreksi apakia, akan mengembalikan
kejernihan gambar tetapi otak masih butuh pembelajaran untuk melihat, dan hal
ini membutuhkan waktu. Jika mata tidak pernah memiliki penglihatan yang jernih,
mereka tidak akan pernah melihat atau memandang secara benar dan dapat
menyebabkan nistagmus. Jika penglihatan diperbaiki, nistagmus sering berubah,
jadi nistagmus pada anak-anak bukanlah kontraindikasi untuk pembedahan.4,6
Seringkali satu mata akan menjadi lebih baik dari yang lain
dan hal ini akan menjadi mata yang dominan, yang membuat mata lainnya menjadi
amblopia. Satu-satunya cara untuk mendeteksi hal ini adalah pengukuran visus
secara reguler pada setiap mata. Jika satu mata memiliki satu atau dua derajat
lebih buruk dari mata yang lain tanpa penjelasan yang jelas, hal tersebut mungkin
merupakan amblopia dan anak tersebut membutuhkan pengobatan untuk mata yang
dominan. Risiko amblopia merupak risiko terbesar selama tahun pertama kehidupan
dan menurun secara signifikan setelah tahun kelima.2,6
Glaukoma mungkin timbul setelah lensektomi, sebagian jika
di ekstraksi pada minggu pertama kehidupan. Glaukoma ini sangat susah untuk
diobati dan frekuensi nya mengarah ke kebutaan. Menunda operasi sampai bayi
berumur 3-4 bulan membuat visus mata tidak sampai 6/6 namun dapat menurunkan
risiko glaukoma.2
Ablasio retina lebih sering terjadi pada bedah katarak
kongenital. Sering timbul sangat lambat, sekitar 35 tahun setelah operasi. Jika
bebrapa pasien mengeluh tiba-tiba kehilangan penglihatan, bahkan meskipun
bertahun-tahun setelah operasi katarak kongenital, hal tersebut dianggap
sebagai akibat dari ablasio retina sampai dibuktikan terdapat penyebab yang
lain. 2
2.11 Prognosis Katarak Kongenital
Katarak kongenital memiliki prognosis
yang bergantung pada bentuk katarak dan sudah terjadinya komplikasi seperti
ambliopia. Dimana ambliopia pada katarak
kongenital terjadi penurunan tajam penglihatan unilateral atau bilateral karena
kehilangan pengenalan bentuk atau kurangnya ransangan untuk meningkatkan
penglihatan terkait kekeruhan lensa. Dan bila terdapat nistagmus, maka keadaan
ini menunjukkan hal yang buruk pada katarak kongenital.
Penyulit
dapat terjadi berupa makula lutea yang tidak cukup mendapat ransangan. Makula
ini tidak akan berkembang sempurna sehingga walaupun dilakukan ekstraksi
katarak maka visusnya tidak akan mencapai 5/5 dan mengakibatkan prognosis
menjadi kurang memuaskan.
Katarak
total atau kongenital unilateral mempunyai prognosis yang buruk, karena mudah
sekali terjadinya ambliopia. Sedangkan katarak bilateral partial biasanya mempunya
prognosis yang lebih baik.11
Referensi:
1. Snell, S Richard. Anatomi Klinis.
Jakarta:EGC. Hal 625. 2011
2. Bashour M. Cataract Congenital. Diakses
dari http://emedicine.medscape.com/article/1210837-overview#a6.
2016
3. Ilyas, Sidarta. Ilmu Penyakit Mata, edisi ketiga. Jakarta:
Balai Penerbit FKUI. 2008
4. Sadler, T.W. Embriologi Langman Edisi
ke-7. Jakarta: EGC. Hal.358-361. 2000
5. American Academy of Opthalmology . Lens
and Cataract. Basic and Clinical Science Course, Section 11. The Foundation of AAO. San Francisco. 2014-2015
6. Vaughan & Asbury. Oftalmologi umum / Paul
Riordian-Eva, John P. Whitcher ; alih bahasa, Brahm U. Pendit ; editor bahasa
Indonesia, Diana Susanto. Ed 17. Jakarta : EGC. 2009.
7. Khurana AK. Comprehensive opthalmology. Ch 8 disease
of the lens. New Delhi: new age international. 2007
8. Kanski.
JJ, Clinicak ophtalmologi ed. 5th. 2003, China: butter worth
heinmann: 183
9. Wright KW, Spiegel PH, Thompson LS. Handbook of
Pediatric Strabismus and Ambylopia. Chicago: Springer. 2006
10. American Academy of Ophthalology. Lens
and Cataract in Basic and Clinical Science Course. Section 11. 2014-2015
11. Ilyas S, Yulianti SR. Ilmu Penyakit
Mata. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2013
Untuk mendownload karya ilmiah dalam bentuk word atau pdf silakan klik link berikut ini:
download makalah ilmiah katarak kongenital word/pdf